Kupang Bangkit di Sawah: Ketika Panen Jadi Simbol Perubahan

Kontributor : SN Editor: Redaksi
kupang-bangkit-panen-simbol-perubahan
Bupati Kupang Yosef Lede dan Wakil Bupati Kupang Aurum O. Titu Eki melakukan panen raya perdana padi sekaligus membuka lahan baru di Desa Pantulan Kecamatan Sulamu, Rabu (16 April 2025). Foto: Prokopim

Kupang menanam harapan dan memanen perubahan. Panen raya di Desa Pantulan menjadi simbol kebangkitan rakyat bersama pemimpin baru yang hadir lewat kerja, bukan wacana.

Penulis: Yoseph Bataona (Sekretaris SMSI NTT)

Advertisement
Iklan Disini
Scroll kebawah untuk lihat konten

Sei-news.com, Opini – Di negeri yang terbiasa memuja perubahan dalam bentuk infrastruktur raksasa atau proyek megah bertabur anggaran, Kabupaten Kupang mengajukan narasi lain. Sebuah narasi sederhana, namun sarat makna: perubahan itu bisa lahir dari sawah.

Tanggal 16 April 2025 menjadi catatan tersendiri dalam perjalanan Kabupaten Kupang. Di Desa Pantulan, Kecamatan Sulamu, Bupati Yosef Lede dan Wakil Bupati Aurum O. Titu Eki memanen padi bersama rakyat. Di permukaan, ini terlihat seperti peristiwa biasa. Tapi sesungguhnya, inilah langkah awal dari babak baru pemerintahan yang berpihak pada akar rumput.

Panen ini bukan hanya panen perdana dalam masa 100 hari kerja mereka. Ini adalah pernyataan politik dalam bentuk kerja nyata: Kupang tidak akan lagi hanya dikenal karena tantangan alamnya, tetapi juga karena keberanian rakyatnya dalam membalikkan keadaan.

Kupang dikenal dengan tanah yang keras, curah hujan yang tidak selalu bersahabat, dan tantangan logistik yang nyata. Namun justru dari keterbatasan itu, semangat kolektif mulai tumbuh. Petani tidak hanya menanam padi, mereka sedang menanam harapan baru. Di balik butir gabah yang dituai, terkandung tekad untuk menjadikan Kupang lebih mandiri secara pangan dan sejahtera secara sosial.

Dalam sambutannya, Bupati Yosef mengajak seluruh desa untuk bangkit sesuai dengan potensi masing-masing, terutama di sektor pertanian. Ia tidak sekadar bicara. Ia hadir langsung, menyampaikan benih dan alat pertanian, membuka lahan baru, dan menghubungkan cita-cita petani dengan pasar melalui Bulog dan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Baca Juga :  Kepemimpinan Tentara: Disiplin, Pengorbanan, dan Rekam Jejak Teruji untuk NTT

Perubahan yang terjadi bukan sekadar teknis pertanian, tetapi cara pandang. Pemerintah tidak lagi menunggu petani datang meminta bantuan. Pemerintah yang baru ini datang terlebih dahulu, melihat, mendengar, dan bertindak.

Ketika koperasi Merah Putih dirancang agar bisa mengelola dana ratusan miliar, ketika anak muda diorganisasi lewat Karang Taruna untuk mengelola ketahanan pangan desa—maka yang sedang dibangun bukan hanya swasembada pangan, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap negara.

Sawah kini tidak hanya menjadi tempat bertani, tapi ruang lahirnya martabat. Ketika panen berhasil, bukan hanya perut yang kenyang—hati pun ikut bangkit. Kupang, di balik keterbatasannya, sedang memberi pelajaran penting: bahwa perubahan tidak selalu muncul dari gedung tinggi atau kebijakan viral. Kadang, ia hadir dalam bentuk panen pertama yang sunyi, namun sarat makna.

Dan di tanah yang dahulu dianggap kering dan keras itu, hari ini, Kupang bangkit. Dari sawah.

  • Bagikan