“Menyuarakan suara yang tidak mampu bersuara”
SN – Filosofi Lilin adalah mengorbankan dirinya untuk menerangi kehidupan orang lain. Atau berkorban habis untuk kesuksesan dan kebahagiaan orang lain. Kasarnya mati kutuk untuk kehidupan orang lain.
Filosofi LILIN kini terproyeksi dalam kanca perpolitikan orang Timor. Orang Timor menjadi lilin bagi orang lain. Orang Timor berkorban dan mencair demi kesuksesan politik Melki dan Ansy, putra Flores yang dibilang anak NTT itu.
Bagi orang Timor, Melki-Ansy adalah anak mereka juga karena lahir besar dan menjadi orang besar di tanah Timor. Meskipun Melki-Ansy, defakto adalah putra Flores yang keluarganya sedang mengais hidup di pulau Timor, namun orang Timor tetap mengakui dan menerima mereka sebagai anak mereka juga.
Nusa Timor dan orang Timor sendiri melapangkan hati, memberi mereka kehidupan. Kata orang Timor, berkat tanah Timor dan kebaikan kami orang Timor mereka menjadi hidup dan tidak sekedar hidup, tetapi sungguh-sungguh hidup.
Semuanya berkat tanah dan orang Timor yang menjadi LILIN.
Melki-Ansy telah menjadikan Tanah Timor ladang susu dan madu kehidupan mereka. Mereka menjadi besar dan dibesarkan oleh alam semesta Timor bersama isinya. Kedua putera Flores ini tumbuh menjadi orang besar dan terkedepan oleh karena jasa orang Timor. Orang Timor begitu baik, rendah hati, terbuka dan ihklas merendahkan dirinya, mengorbankan jeri lelahnya untuk membesarkan Melki-Ansy di dunia politik.
Karier politiknya bukan hanya berkembang dalam skala lokal (regional) namun menanjak menjadi besar dalam skala nasional bahkan internasional.
Kedua putra Flores ini menjadi anggota DPR RI sekian periode karena jasa baik, berkat suara dukungan politik orang Timor, Sumba, Sabu- Rote (Dapil NTT II). Saking cintanya orang Timor, Sumba, Sabu dan Rote hingga pemilihan legislatif tahun kemarinpun mereka masih juga menempatkan kembali mereka berdua menjadi anggota DPR RI periode 2024-2029.
Filosofi Lilin benar-benar terproyeksi pada diri orang Timor bersama warga pemilih NTT II. Kata orang Timor, kami berkorban habis untuk membesarkan orang lain, meskipun ada orang kami sendiri, putra asli Timor, Sumba, Sabu dan Rote sendiri juga maju. Begitu besarnya kebaikan orang Timor dan sekutunya yang menyandang predikat lilin itu.
Belum sebulan lebih hajatan politik pemilihan legislatif, kini politik pilkada propinsi, pemilihan gubernur – wakil gubernur propinsi Nusa Tenggara Timur digaungkan. Ramai kompetitor politik kembali mengadu kehebatan. Tampil orang-orang yang merasa mampu dan hebat sebagai calon pemimpin propinsi Nusa Tenggara Timur.
Banyak politisi, mantan birokrat, akademisi dan kaum teknokrat dan lain-lain yang sangat hebat, punya kapasitas dan kapabilitas, seharusnya berkesempatan menjadi pemimpin yang melayani namun sayangnya mentok pada kendaraan partai pengusung. Semacam sistem politik kepartaian yang telah melokalisasi ruang politik yang meniscayakan bukan kader partai.
Sementara jalur independen dengan aturan yang merumitkan kandidat potensial untuk ikut berlaga. Al-hasil, politisi penguasa partai yang menang di legislatif lalu meletakan jabatan yang telah dipercayakan rakyat lalu harus kembali merambangi jalur eksekutif. Terkesan seolah tidak ada orang lain yang lebih baik, lebih hebat, lebih kredibel.
Seolah hanya orang yang sama, yang sudah dipercayakan di legislatif, malah kini kembali lagi merambah kekuasaan eksekutif. Ini sebuah gambaran peradaban politik yang jauh dari etika – moral – budaya sopan santun, tata kerama kehidupan bersama. Terkesan rakus dan serakah, menganggap orang lain rendah, bodoh, tidak mampuh, seolah hanya mereka yang bisa.
Mengahadapai hajatan politik pilkada propinsi atau pun kabupaten harus memelekan mata hati para pemilih untuk memilih pemimpin yang punya kesopanan, menghormati dan menghargai orang lain juga. Jangan merasa diri paling hebat, paling mampu, paling bisa. Dengan langkah seperti ini, sesungguhnya kita sedang menganggap rendah orang lain.
Mundurnya Melki-Ansy dari dunia legislatif yang telah mendapatkan mandat masyarakat Timor, dapil NTT II lalu kembali maju menjadi calon gubernur-wakil gubernur Nusa Tenggara Timur sesungguhnya sebuah bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat Timor dan sekutunya yang telah memberikan dukungannya. Kalau mereka berdua berkeinginan untuk maju dalam pilkada propinsi, maka secara etik moral dan peradaban budaya, seharusnya mereka berdua urung maju dalam pemilihan legislatif kemarin.
Dengan demikian, kami dapat mengalihkan suara duku kami kepada putra-putri daratan Timor, Sumba, Sabu dan Rote yang juga maju. Sekarang suara dukungan kami dicampaka, dikhianati lalu kembali lagi ke kami untuk mengemis suara dukungan ulang hanya untuk anda berdua menjadi gubernur Nusa Tenggara Timur. Dengan langkah ini, sesungguhnya anda berdua telah melukai hati mendalam kami pemilih Timor, Sumba, Sabu dan Rote.
Kami sungguh sangat kecewa dengan sikap anak – kakak – adik – saudara kami Melki-Ansy. Calon pemimpin yang sudah nyata-nyata mengkhianati, melukai, membohongi, suara dukungan kami ini. Apakah anda layak menjadi pemimpin kami…? Apakah anda layak menjadi gubernur Nusa Tenggara Timur…???
Demikina curahan hati orang Timor yang dapat kami tuangkan dalam tulisan ini menjadi bahan refleksi bagi kita semua, khususnya para pemilih Nusa Tenggara Timur dalam menentukan pilihannya yang tepat di tanggal 27 Nopember 2024 mendatang.
Biarkan kami orang Timor menjadi LILIN bagi orang yang tepat. Akan tepat memimpin, mengubah dan menghilangkan propinsi Nusa Tenggara Timur yang selalu dijuluki (steriotipe) BODOH, MISKIN dan TERKEBELAKANG.
Pemimpin yang benar-benar menjadi LILIN bagi rakyat yang dipimpinnya.
Salam persaudaraan, NTT MANISE…!
Saudaramu : LUKAS ONEK NAREK, SH
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.