Oleh: Yonatan Hans Luter Lopo (Dosen Program Studi Ilmu Politik FISIP Undana Kupang)
SN – Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Nusa Tenggara Timur telah memasuki tahapan krusial. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) NTT telah menetapkan tiga (3) pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur sesuai dengan nomor urut sebagai berikut; nomor urut 1 pasangan Yohanis Fransiskus Lema–Jane Natalia Suryanto, nomor urut 2 yakni pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena–Johni Asadoma, dan nomor urut 3 yaitu pasangan Simon Petrus Kamlasi–Adrianus Garu. Bagaimana pun, ketiga pasangan ini adalah putera-puteri terbaik Nusa Tenggara Timur yang siap menjadi pemimpin NTT selama 5 tahun ke depan.
Dalam sambutan masing-masing paslon setelah pengundian nomor urut di Kantor KPUD NTT, setiap paslon menyampaikan beberapa gagasan menarik yang sebetulnya bisa menjadi pembelajaran politik kita bersama, sekaligus bahan bagi publik untuk bisa menilai persamaan sekaligus diferensiasi masing-masing paslon. Pasangan Ansy Lema-Jane Natalia Suryanto menekankan pentingnya politik ide dan gagasan sebagai basis kontestasi politik. Sementara pasangan Melki Laka Lena-Johni Asadoma menekankan pentingnya menjadikan pilkada sebagai ajang politik riang gembira tanpa politik suku, agama, dan ras. Sementara pasangan Simon Petrus Kamlasi–Andre Garu menekankan politik yang cair dan bisa bekerjasama dengan semua pihak serta kemampuan mengeksekusi program sebagai kebutuhan utama masyarakat NTT saat ini.
Gagasan yang disampaikan oleh masing-masing paslon ini sebenarnya menggambarkan leadership style yang dibutuhkan masyarakat NTT 5 tahun ke depan, yaitu pemimpin yang mampu berpikir besar atau memiliki gagasan-gagasan yang brilian, tetapi sekaligus mampu berkomunikasi dengan bahasa rakyat, dan yang paling utama adalah pemimpin yang tahu cara mengerjakan visi dan mampu mengeksekusi program yang direncanakan dengan tuntas.
Sebagai politik ide dan gagasan, pilkada harus menjadi ajang bagi para paslon untuk menunjukkan bagaimana caranya mewujudkan masyarakat yang sejahtera yaitu masyarakat yang berbadan sehat, berotak ceras, dan berdompet tebal. Sebagai pemimpin public, masyarakat NTT juga membutuhkan pemimpin yang mampu berkomunikasi dalam bahasa rakyat, memuliakan martabat manusia dan menghargai perbedaan. Terakhir, melampaui semuanya itu, masyarakat NTT juga membutuhkan pemimpin yang bukan hanya omon-omon belaka, melainkan memiliki kemampuan untuk mengeksekusi semua ide dan gagasan dengan nurani yang bersih, dengan cara yang terukur, sampai tuntas.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.