SN – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kupang bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menggelar konferensi pers terkait ledakan kasus rabies yang terjadi di tiga kecamatan.
Acara yang berlangsung di Kantor BPBD Kabupaten Kupang ini dihadiri oleh Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Smitt R. Y. Fanggi, S.Pt.
Dalam laporannya, Smitt menyatakan pentingnya peran media dalam memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat.
“Kami mengapresiasi kehadiran pers dan peran mereka dalam mengawal dan menyampaikan informasi terkait kegiatan dan pekerjaan pemerintah, terutama dalam kasus rabies ini,” ujarnya.
Smitt mengungkapkan bahwa konferensi pers ini bertujuan untuk menyampaikan jumlah kasus rabies di Kabupaten Kupang, yang menjadi bagian dari kebijakan BPBD dalam menangani wabah tersebut.
Ia juga mengarahkan para jurnalis untuk merujuk pada surat instruksi Pj. Bupati Kupang nomor 2 Tahun 2023 tertanggal 22 Juli 2024 untuk kebijakan lebih lanjut.
Kasus rabies di Kabupaten Kupang meningkat menyusul ledakan kasus serupa di Kabupaten TTS, TTU, Belu, Malaka, dan Kota Kupang. BPBD Kabupaten Kupang telah dua kali menerbitkan SK siaga rabies: pertama pada 4 Maret – 24 Mei 2024, dan kedua pada 5 Mei – 24 Agustus 2024.
“Vaksinasi terhadap Hewan Penyebab Rabies (HPR) telah dilakukan di 24 kecamatan dengan cakupan mencapai 28 ribu ekor sejak Agustus 2023,” jelas Smitt.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, terdapat 250 kasus gigitan anjing sejak Agustus 2023 hingga kini, meskipun tidak semuanya merupakan kasus rabies.
Gejala rabies pada anjing termasuk takut cahaya, takut air, dan agresif menggigit benda-benda di sekitarnya. Kasus-kasus yang terkonfirmasi terjadi di Desa Sahraen, Kecamatan Amarasi Selatan; Desa Nunmafo dan Desa Muke, Kecamatan Amabi Oefeto Timur; serta Desa Sillu, Kecamatan Fatuleu.
Kasus ini telah menyebabkan kematian empat korban: Geral Koa, Yunus Tenis, Aprison Subu, dan Ariance Baok – Neolaka.
Untuk mengatasi situasi ini, BPBD, Dinas Kesehatan, dan Dinas Peternakan telah turun ke tiga lokasi tersebut untuk melakukan penanganan rabies.
Smitt mengakui adanya kendala di lapangan terkait keterlambatan laporan dari masyarakat, yang mengakibatkan anjing yang menggejala rabies mencapai tahap kritis sebelum ditangani.
Smitt menghimbau masyarakat untuk waspada terhadap gejala rabies pada hewan peliharaan dan segera melaporkannya ke fasilitas kesehatan terdekat.
Ia juga mengingatkan agar tidak membawa ternak anjing dari luar daerah tanpa memastikan status kesehatannya.
“Anjing yang terserang rabies dan mati sebaiknya dikubur, bukan dikonsumsi, demi keselamatan bersama,” tutupnya.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.