Darurat TPPO di NTT: Menteri PPPA Hadirkan Tiga Program Revolusioner

Kontributor : SN Editor: Redaksi
IMG 20241123 WA0040

SN – Kupang, Tingginya angka Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Nusa Tenggara Timur (NTT) mendorong Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, untuk bertindak cepat. Dalam acara Gerakan Advokasi Pencegahan dan Penanganan TPPO di Aula Fernandez, Kantor Gubernur NTT, Jumat (22/11), Menteri PPPA memperkenalkan tiga program revolusioner untuk mencegah dan menangani TPPO.

“TPPO adalah kejahatan serius yang merampas hak asasi manusia. Kolaborasi dan inovasi adalah kunci untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak dari bahaya ini,” ujar Arifah.

Advertisement
WhatsApp Image 2024 09 26 at 19.10.59
Scroll kebawah untuk lihat konten

Fakta Mengejutkan: Korban TPPO Didominasi Perempuan dan Anak

Data mencatat sebanyak 2.265 korban TPPO dalam lima tahun terakhir (2019-2023). Dari jumlah tersebut, 51% adalah perempuan dan anak-anak, 47% perempuan dewasa, dan 2% laki-laki dewasa. Modus utama kejahatan ini adalah tawaran kerja migran ilegal.

“Kelompok perempuan dan anak-anak adalah yang paling rentan menjadi korban. Kita harus melindungi mereka dengan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan,” tambahnya.

Tiga Program Revolusioner Menteri PPPA

Untuk mempercepat langkah pencegahan dan penanganan TPPO, Kementerian PPPA meluncurkan tiga program unggulan:

1. Ruang Bersama Merah Putih
Program ini dirancang untuk meningkatkan kreativitas anak-anak, memperkuat cinta budaya lokal, serta memberdayakan perempuan melalui pendidikan dan ekonomi.

2. Call Center SAPA 129.
Layanan ini memberikan akses cepat bagi masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan, termasuk TPPO, dengan respons yang lebih cepat dan tepat.

3. Satu Data Gender dan Anak Berbasis Desa.
Program ini bertujuan menyediakan data akurat untuk mendukung kebijakan yang tepat sasaran dalam melindungi perempuan dan anak-anak.

Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah

Pj. Gubernur NTT, Dr. Andriko Noto Susanto, S.P, M.P, menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam menangani TPPO. “Kita harus mengatasi akar masalah, seperti kemiskinan dan kurangnya pemahaman tentang bahaya perdagangan orang,” katanya.

Baca Juga :  Kontroversi Dana OMB di Kepolisian Resor TTU: Respons Tajam dari Akun Martila Qietela

Beberapa langkah yang telah dilakukan Pemprov NTT antara lain:

  1. Membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.
  2. Mendirikan layanan terpadu perlindungan pekerja migran di tingkat provinsi dan kabupaten.
  3. Memperkuat pengawasan di wilayah perbatasan.

“Kami juga menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah di perbatasan negara untuk memastikan perlindungan pekerja migran Indonesia asal NTT,” tambah Andriko.

Komitmen Bersama Melawan TPPO

Melalui langkah-langkah inovatif ini, Menteri PPPA dan Pemerintah NTT berharap dapat mengurangi angka TPPO secara signifikan. “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak-anak,” tutup Arifah.

Dengan komitmen bersama, NTT diharapkan dapat menjadi wilayah yang bebas dari tindak pidana perdagangan orang, memberikan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.

 

  • Bagikan