Dua Pimpinan DPRD Kabupaten Malaka Terjerat Pinjaman Kontroversial Rp3 Miliar: Risiko Hukum dan Bunga Tinggi Mengancam

Editor: SN001
IMG 20240413 WA0013
Ketua DPRD Malaka Adrianus Bria Seran dan Wakil Ketua Hendikus Fahik Taek. (dok.by google/sei-news)

Kabupaten Malaka, SNDPRD Kabupaten Malaka menjadi sorotan setelah dua pimpinan DPRD mengajukan terjerat pinjaman kontroversial senilai Rp3 miliar dari seorang individu bernama Martino Meta Kaly yang berdomisili di Fatubenao, Kabupaten Belu, Provinsi NTT.

Sebagaimana dilansir okenarasi.com (12/4) sejumlah anggota DPRD Malaka terlibat dalam perjanjian pinjaman dengan nilai sebesar Rp 3 miliar.

Oknum anggota DPRD Kabupaten Malaka yang terseret dalam perjanjian pinjaman ptersebut, yakni Adrianus Bria Seran, SH, Hendrikus Fahik Taek, SH, Fransiskus Xaverius Taolin, S.Fil dan Raymundus S.Klau.,

Yang menjadi sorotan adalah perjanjian tersebut dilakukan bukan dengan lembaga bank, melainkan dengan seorang individu tanpa badan hukum, yakni Martino Meta Kaly.

Perjanjian ini ditandatangani oleh anggota DPRD, termasuk Adrianus Bria Seran, Hendrikus Fahik Taek, Carlos Monis, dan Rony Oktavianus Bria, sebagai pihak pertama.

Sedangkan oknum ASN yang terlibat, yakni Carlos Monis, S.H., M.H., dan Rony Oktavianus Bria.

Saksi perjanjian adalah Anggota DPR Kabupaten Malaka lainnya yakni Fransiskus X Taolin dan Raimundus Klau.

Kondisi Pinjaman

Pinjaman ini diberikan dengan bunga 15% per bulan, yang terbilang tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang biasanya ditawarkan oleh lembaga perbankan atau lembaga keuangan formal.

Untuk menjamin pengembalian pinjaman, pihak pertama menggunakan sertifikat tanah hak milik nomor 461, yang merupakan milik Maria Goreti Manek, sebagai jaminan.

Sertifikat tanah ini terletak di Desa Harekakae, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT.

Namun, poin perjanjian ke-7 menyatakan bahwa jaminan tanah bukan milik pihak pertama, dan konsekuensi hukum yang terjadi akibat hal tersebut tidak menjadi tanggung jawab pihak kedua.

Potensi Masalah Hukum

Pinjaman ini melibatkan penggunaan sertifikat tanah yang bukan milik pihak pertama sebagai jaminan.

Baca Juga :  Bersama Lawan Korupsi: KPK RI dan Pemkab Kupang Jalin Kolaborasi di Rakor APIP-APH

Hal ini menimbulkan risiko hukum serius karena pihak pertama tidak memiliki hak untuk menggunakan properti pihak ketiga tanpa persetujuan pemilik.

Bunga pinjaman 15% per bulan bisa dianggap sangat tinggi dan mungkin termasuk dalam praktik rentenir yang dapat merugikan pihak pertama, terutama jika pinjaman tidak dapat dilunasi tepat waktu.

Pinjaman dari perorangan tanpa badan hukum juga dapat mengarah pada ketidakjelasan dalam penegakan perjanjian dan penyelesaian sengketa jika terjadi masalah.

Analisis Mendalam: Permasalahan Utang Rp3 Miliar dengan Bunga 15% DPRD Kabupaten Malaka

Kasus utang Rp3 miliar dengan bunga 15% yang melibatkan DPRD Kabupaten Malaka telah menarik perhatian publik dan menimbulkan banyak pertanyaan terkait etika dan integritas lembaga perwakilan rakyat daerah tersebut.

Praktisi hukum asal Kabupaten Malaka, Yulius Benyamin Seran, menyoroti permasalahan ini sebagai perbuatan melawan hukum dan dugaan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) yang berjemaah.

1. Dugaan Penyalahgunaan Kewenangan: Yulius Benyamin Seran mencatat bahwa tindakan DPRD yang mengambil utang dengan suku bunga tinggi dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan.

Hal ini didukung oleh fakta bahwa posisi ASN sebagai Sekwan dan Bendahara menandakan adanya kongkalikong di dalam lembaga.

2. Penyalahgunaan Anggaran Publik: Yulius menegaskan bahwa meskipun perjanjian pinjaman tidak menyebutkan bahwa tindakan tersebut dilakukan atas nama lembaga, jika ada dugaan pembayaran utang menggunakan APBD, maka tindakan ini jelas merupakan pelanggaran hukum.

Hal ini mengindikasikan penggunaan dana publik untuk tujuan yang tidak sesuai dan tidak transparan.

3. Potensi Kerugian Publik: Utang dengan bunga 15% per bulan menimbulkan risiko keuangan yang besar bagi DPRD Kabupaten Malaka, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat setempat.

Jika utang tidak dilunasi tepat waktu, bunga yang tinggi dapat dengan cepat meningkat, mengakibatkan beban keuangan yang berat bagi daerah.

Baca Juga :  Tim Kemenkumham Lakukan Pemeriksaan Subtansif di Malaka untuk Perlindungan Tenun Ikat Fehan

4. Dampak pada Integritas Lembaga: Tindakan oknum DPRD yang mengambil utang dengan suku bunga tinggi dan dugaan penyalahgunaan APBD telah merusak integritas lembaga.

Menurut Yulius, segala keputusan harus dibahas dan disetujui dalam forum yang tepat dengan kuorum yang memadai. Jika tidak, tindakan tersebut dianggap ilegal dan melawan hukum.

5. Panggilan untuk Transparansi dan Akuntabilitas: Yulius Benyamin Seran menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

DPRD Kabupaten Malaka harus memperjelas apakah keputusan untuk mengambil pinjaman telah melewati proses pembahasan yang sah dan disetujui oleh semua pihak yang terkait.

Dalam kesimpulannya, tindakan DPRD Kabupaten Malaka untuk mengambil utang dengan bunga tinggi dan menggunakan sertifikat tanah pihak ketiga sebagai jaminan memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Praktik ini berpotensi melanggar hukum dan merugikan kepentingan publik. Pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas lembaga perwakilan rakyat demi menjaga integritas dan kesejahteraan masyarakat.

Kekhawatiran Publik

Tindakan DPRD Kabupaten Malaka ini dapat menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan tanggung jawab keuangan anggota dewan tersebut.

Masyarakat mungkin mempertanyakan apakah ada konflik kepentingan dalam transaksi ini, terutama mengingat tingginya suku bunga pinjaman dan penggunaan aset pihak ketiga sebagai jaminan.

Publik juga mungkin menuntut transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dari DPRD dalam hal pengelolaan keuangan daerah.**

sumber: okenarasi.com

  • Bagikan